Selasa, 19 Oktober 2010

TABUH PENGHUNI PERUT

Tuhan…
Lusa aku buang segenggam nasi
Tanpa pikir tanpa rasa bersalah
Sekarang perutku bergendang menendang
Berjoget-joget tak karuan
Lihai dengan goyangan ngebor
Tuhan…
Kemarin aku buang segenggam nasi
Tanpa alasan tanpa logika
Sekarang perutku berdemo
Suarakan isi hati para organ
Diiringi lagu dangdut
Dengan dahsyatnya tabuh tifa
Tertawa terpingkal-pingkal
Melihat aku kelaparan
Menyesal…

MEREKA

Dengarkan si guru menerangkan
Tangan dilipat dan tutup mulut
Berbicara maka penggaris melayang
Anak kecil itu…
Ingin bermain tapi dituntut belajar
Ingin tertawa tapi dituntut serius
Belajar sambil bermain apa susahnya
Ah, dasar guru jadul
Masa bodoh dengan keadaan
Pendidikan zaman purbakala
Berkembang biak di zaman modern
Beranak pinak jajah pendidikan
Pura-pura tuli si guru
Ingin maju tapi tak maju-maju
Pendidikan ini pendidikan sesat!!!

Senin, 18 Oktober 2010

MUSIK RINTIK HUJAN

Ada melodi
Dari sebuah cawan
Mengadah air tetes hujan dari atap bocor
Semakin deras semakin cepat ritme dan tempo
Sesekali iringan suara drum
Petir yang begitu asyik bergendang
Tak ada musik seindah ini
Ciptaan Sang Khaliq

Rabu, 10 Februari 2010

Malam Kota Metropolitan

Lalu lalang gesit kendaraan yg egois
Melaju kencang sombong tak pernah menyapa
Kanan kiri berjejer megah lampu kota
Kalahkan hamparan bintang yang tak lelah tersenyum
Melihat kota ini sibuk
Sebagian sedang berpacaran
Siapkan rayuan gombal pada sang kekasih
Sebagian minum kopi di warung
Suntuk dengan urusan rumah tangga
Sebagian tidur pulas
Bermain-main di pulau mimpi
Sebagian berkhayal jadi penguasa

Kota sesak dan ramai
Siang dan malam yang selalu sama
Kapan aku bisa tidur tenang
Di kota metropolitan
Yang penuh polutan

Senin, 01 Februari 2010

Cermin

Berkaca pada air
Tentang hidup dan kehidupan
Bening...
Keruh...
Silih berganti
Ikuti arus
Kadang tenang kadang deras

Selasa, 12 Januari 2010

BATU

Sulit luluh
Sulit bersatu
Dihantam sesama batu
Saling terpental
Kadang pecah salah satu

Minggu, 10 Januari 2010

JIMAT

Di lorong sempit…
Pemuda pemudi komat kamit
Sambil minum kopi pahit
Tulis mantra-mantra irit
Pada sekumpulan kertas pelit
Menerjang soal-soal rumit
Kelabuhi pengajar tanpa pamit
Generasi muda miskin spirit
Semakin lama semakin tulalit

CATATAN ANAK NELAYAN

Berkejar-kejaran dengan ombak
Bermain-main dengan angin
Sampan kecil tua keramat
Peninggalan nenek moyang

Anak nelayan duduk melamun
Dini hari di bawah pohon kelapa yang lanun
Menanti bapak bawa senyum
Merapatkan sampan kecil tua keramat
Pada kokoh besi yang berkarat

Tertunduk anak kecil sedang resah
Bergumam dalam hati
Bapakku akan kembali atau tlah pergi
Tanyaku pada samudra

Selasa, 05 Januari 2010

Senandung Rapuh

Hari tlah pergi bawa asa
Masa tlah hilang tersebar tak cemerlang
Suram....
Ingin hati pergi tinggalkan dunia
Puas rasa ketika terbang
Tersenyum angin surga yang damai
Saat raga lenyap tak bersayap
Dia menangis
Merindukannya tiada bertanya
Saat nyawa luruh bergemuruh
Dia terjatuh
Terluka parah dan berdarah
Menanti pejuang tak jua datang
Layu dia terkapar
Terisi tangis kelam dan dalam
Tiada terganti sampai nanti

Cerita Tentang Hati di Satu Ruang

Ruang atas tempat anak-anak melihat bintang
Berkeluh kesah pada alam tentang hari-hari yang redup
Duduk di atap
Nikmati aroma kelam
Atau duduk di sudut ruang
Menengadah melihat bintang-bintang
Satu jam...dua jam...tiga jam....
Sekejap saja buang rasa
Esok pagi mereka lihat kembali matahari terbit
Hirup aroma pagi
Gapai beribu asa yang terbang
Kemudian tersenyum...

Dilema pagi buta

Bosan pagi ini
Redup pagi tak bawa mentari
Daun-daun layu
Bisu ayam berhenti berkokok
Malas burung enggan keluar dari sangkarnya
Padahal embun tlah lama menebar butirannya
Bosan pagi ini
Bocah-bocah tak mau berangkat sekolah
Melupakan seragam keramat
Padahal lama sang guru menunggu
Walau kadang terkantuk-kantuk
Namun tetap semangat baja
Bosan pagi ini
Meratapi sesuatu yang tak perlu diratapi
Padahal subuh tlah usai
Mengapa harus begini

Purnama Bulan Januari

Jernih
Cahaya terang tanpa dosa
Terangi malam yang selalu gelap
Mengiringi manusia tidur dan bermimpi
Melupakan dilema yang tak henti-hentinya bertamu
Seperti ombak yang terus menerus menghampiri pasir
Datang dan pergi

Serau Serak Suara Sunyi

Serau serak hening menyapa
Memanggilnya kala dia di sana
Sendiri dalam lara dan hanyut dalam suara
Satu persatu kicau burung luruh
Tak melagu
Tak melantun
Pergi seketika mereka hilang
Mungkin lenyap
Atau terbelenggu dalam senyap

Biasa Saja

Ini malam biasa
Biasa dingin
Biasa sepi
Biasa basi
Biasa gundah
Biasa saja
Ini malam biasa
Biasa bisu
Biasa saja

Gesekan Biola di Warung Kopi

Pukul dua belas malam
Ada nyanyian tak bertuan
Terdengar dari celah-celah jendela kamar
Hanya penyandang insomer pengagumnya
Mengalun bertalun indah menggugah
Siapa gerangan?
Di warung kopi yang usang
Bertalun dengan hidangan gorengan pisang
Siapakah gerangan?
Ahh..mungkin pujangga yang sedang senang

Bocah Kolong Jembatan

Hei…bocah!
Matahari tlah meninggi
Sudah waktunya pulang
Di mana rumahmu?
Istana megah berpagar emas aku pikir
Eh ternyata hanya kardus kumal
Mirip rumah kurcaci
Kecil tak berisi

Hei…bocah!
Pukul dua belas waktunya makan
Mana hidanganmu?
Sepiring sandwich dan susu segar aku pikir
Eh ternyata hanya nasi basi dan air mentah
Malangnya nasibmu

Lihat di seberang sana!
Lelaki buncit dan berdasi berdiri tegap
Memamerkan mobil baru yang ia beli tadi pagi
Bersiap melintasi jembatan tua
Orang kaya tapi miskin

Hei… bocah!
Bangunlah
Jangan biarkan mobil mewah itu melintasi atap rumahmu
Rumah tua kolong jembatan
Saksi hidup anak tertindas

Pengakuan Dosa untuk Ayahku



Ayah…
Waktu kecil ku pernah belajar merokok
Tak bermaksud apa-apa
Hanya penasaran
Mengapa asap bisa keluar dari hidung
Aku pun mencobanya
Alhamdulillah berhasil
Dan ku berhenti sampai di sini
Ayah…
Waktu ku kecil
Ku pernah mengambil jeruk di pekarangan tetangga
Tak bermaksud mencuri
Tapi ku tak tahu kalau itu milik tetangga
Kata-kata pedas pun terlontar dari mulutnya yang manis
Semanis jeruk yang aku ambil
Walau ku hanya seorang bocah lugu
Ayah…
Ingatkah di belakang rumah lama kita
Ladang singkong berbaris rapi
Milik siapa ku tak tahu
Sengaja ku curi, ku bakar dengan daun-daun kering
Ku makan bersama teman-teman
Lezat….tapi hasil curian
Aku bosan makan roti
Ayah..
Waktu kecil aku sering pergi tanpa pamit
Menjelajah dunia kecilku yang menyenangkan
Menelusuri sawah, gunung, sungai, kuburan keramat, dan tempat-tempat asing yang jarang dikunjungi banyak orang
Dengan sepeda kecil warna merah yang kau belikan waktu itu
Menjelajah setapak demi setapak
Hingga ku lelah dan tertidur di pelukan ibu
Ayah…
Masih banyak dosaku yang terselip
Di balik kenakalan dan keluguanku
Aku masih ingin menjadi anakmu
Ayah maafkan aku

Dialog Jangkrik

Ada banyak jangkrik
Bergerombol di balik semak
Kecil tapi bersuara nyaring
Aku heran…
Apa yang mereka perbincangkan
Tentang aku???
Ataukah pejabat-pejabat papan atas???
Tragis
Jangkrikpun bisa mengkritik
Apa yang mereka perbincangkan???
Tentang manusia tak bermoral
Manusia hebat yang bisa menyulap daun jadi uang
Menyulap gubuk jadi istana
Dari mana semua itu
Akal busuk koruptor
Begitulah jangkrik itu menjawab
Aku malu karena saudaraku yang tak tau malu
Malu pada jangkrik yang mengerti akal busuknya
Aku malu….
Krik…krik…krik….JANGKRIK!!!

Minggu, 03 Januari 2010

Manusia Karet

Tarik sana mau
Tarik sini mau
Kena api molor kena air mengkerut
Seperti karet...
Aku tidak ingin jadi manusia karet